Kamis, 02 Desember 2010

Daya Dukung Lingkungan


Daya dukung mengacu pada kemampuan sebuah sistem untuk mendukung suatu aktivitas pada derajat (level) tertentu (MacLeod and Cooper, 2005).  Menurut Enger et al. (1983) dalam Depdagri dan LAN (2007) daya dukung lingkungan didefinisikan sebagai jumlah optimum individu suatu spesis yang dapat didukung kebutuhan hidupnya oleh satu kawasan tertentu pada periode perkembangan spesis secara maksimum. Sementara menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, daya dukung dimaksudkan sebagai kemampuan lingkungan hidup untuk dapat mendukung peri kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya di dalam suatu ekosistem.
Konsep daya dukung menurut MacLeod and Cooper (2005) dikategorikan atas : daya dukung fisik, daya dukung ekologi, daya dukung sosial dan daya dukung ekonomi.
-          Daya dukung fisik : didasarkan pada batas spasial sebuah areal dengan memperhatikan berapa materi (unit) yang dapat ditampung dalam areal tersebut.
-          Daya dukung ekologi: secara sederhana adalah berapa ukuran populasi pada suatu ekosistem agar ekosistem tersebut dapat berkelanjutan, batas kepadatan populasi yang melebihi daya dukung dapat menyebabkan laju tingkat kematian spesies menjadi lebih besar dibandingkan angka kelahiran. Pada prakteknya, hubungan antar spesies amatlah kompleks dan angka kelahiran maupun kematian rata-rata dapat menyeimbangkan kepadatan populasi pada suatu tempat.
-          Daya dukung sosial : intinya adalah ukuran yang dapat ditoleransi pada suatu tempat yang dikerumuni orang banyak.
-          Daya dukung ekonomi: dapat digambarkan sebagai tingkat dimana suatu area dapat diubah sebelum aktivitas ekonomi terjadi sebelum mendapat pengaruh yang merugikan.

Rabu, 01 Desember 2010

Pengembangan Pulau-pulau Kecil Secara Berkelanjutan



Konsep keberlanjutan mengandung dua dimensi : pertama adalah dimensi waktu karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi di masa mendatang, dan kedua adalah dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumberdaya alam dan lingkungan (Heal, 1998 dalam Fauzi, 2006).  Pembangunan berkelanjutan sendiri didefinisikan sebagai pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hidup saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (WCED, 1987 dalam Dahuri et al., 1996; Fauzi, 2006).  Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan pada dasarnya merupakan suatu strategi pembangunan yang memberikan semacam ambang batas (limit) pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah serta sumberdaya alam yang ada di dalamnya.  Ambang batas ini tidaklah bersifat mutlak (absolute), melainkan merupakan batas yang luwes (flexible) yang bergantung pada kondisi teknologi dan sosial ekonomi tentang pemanfaatan sumberdaya alam, serta kemampuan biosfer untuk menerima dampak kegiatan manusia.  Dengan kata lain, pembangunan berkelanjutan adalah suatu strategi pemanfaatan ekosistem alamiah sedemikian rupa, sehingga kapasitas fungsionalnya untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia tidak rusak (Dahuri et al., 1996).
Perman et al. (1996) dalam Fauzi (2006) mengelaborasi konsep keberlanjutan dengan mengajukan lima alternatif pengertian :
1)      Suatu kondisi dikatakan berkelanjutan (sustainable) jika utilitas yang diperoleh masyarakat tidak berkurang sepanjang waktu dan konsumsi tidak menurun sepanjang waktu (non-declining consumption).
2)      Keberlanjutan adalah kondisi dimana sumberdaya alam dikelola sedemikian rupa untuk memelihara kesempatan produksi di masa mendatang.
3)      Keberlanjutan adalah kondisi dimana sumberdaya alam (natural capital stock) tidak berkurang sepanjang waktu (non-declining).
4)      Keberlanjutan adalah kondisi dimana sumberdaya alam dikelola untuk mempertahankan produksi jasa sumberdaya alam.
5)      Keberlanjutan adalah kondisi dimana kondisi minimum keseimbangan dan daya tahan (resilience) ekosistem terpenuhi.
Menurut Bengen (2002), pemanfaatan pulau-pulau kecil secara optimal dan lestari terwujud apabila terpenuhi tiga persyaratan ekologis yaitu :  
(i) keharmonisan spasial; (ii) kapasitas asimilasi atau daya dukung lingkungan; dan (iii) pemanfaatan potensi sesuai daya dukungnya.  Keharmonisan spasial berhubungan dengan bagaimana menata suatu kawasan pulau-pulau kecil bagi peruntukan pembangunan (pemanfaatan sumberdaya) berdasarkan kesesuaian (suitability) lahan (pesisir dan laut) dan keharmonisan antara pemanfaatan.  Keharmonisan spasial mensyaratkan suatu kawasan pulau-pulau kecil tidak sepenuhnya diperuntukkan bagi zona preservasi dan konservasi.  Keharmonisan spasial menuntut penataan dan pengelolaan pembangunan dalam zona pemanfaatan dilakukan secara bijaksana, artinya suatu kegiatan pembangunan harus ditempatkan pada kawasan yang secara biofisik sesuai dengan kebutuhan pembangunan yang dimaksud, oleh karena itu diperlukan suatu analisis kesesuaian lahan bagi setiap peruntukan pesisir dan laut pulau-pulau kecil  (Bengen, 2002).
Konsep pembangunan berkelanjutan sangat berkaitan erat dengan daya dukung lingkungan.  Menurut MacLeod and Cooper (2005) daya dukung mengacu pada kemampuan sebuah sistem untuk mendukung suatu aktivitas pada derajat (level) tertentu.  Enger et al. (1983) dalam Depdagri dan LAN (2007) menyatakan bahwa daya dukung lingkungan didefinisikan sebagai jumlah optimum individu suatu spesis yang dapat didukung kebutuhan hidupnya oleh satu kawasan tertentu pada periode perkembangan spesis secara maksimum.  Sementara Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan defenisi daya dukung sebagai kemampuan lingkungan hidup untuk dapat mendukung peri kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya di dalam suatu ekosistem.
Konsep daya dukung menurut MacLeod and Cooper (2005) dikategorikan atas : daya dukung fisik, daya dukung ekologi, daya dukung sosial dan daya dukung ekonomi.
a)      Daya dukung fisik : didasarkan pada batas spasial sebuah areal dengan memperhatikan berapa materi (unit) yang dapat ditampung dalam areal tersebut.
b)      Daya dukung ekologi : secara sederhana adalah berapa ukuran populasi pada suatu ekosistem agar ekosistem tersebut dapat berkelanjutan, batas kepadatan populasi yang melebihi daya dukung dapat menyebabkan laju tingkat kematian spesies menjadi lebih besar dibandingkan angka kelahiran. Pada prakteknya, hubungan antar spesies amatlah kompleks dan angka kelahiran maupun kematian rata-rata dapat menyeimbangkan kepadatan populasi pada suatu tempat.
c)      Daya dukung sosial : intinya jumlah orang pada suatu tempat yang masih dapat ditoleransi. Atau dapat didefinisikan sebagai jumlah maksimum pengunjung pada suatu lokasi wisata dimana wisatawan masih mendapatkan kenyamanan.
d)     Daya dukung ekonomi: dapat digambarkan sebagai tingkat dimana suatu area dapat diubah sebelum aktivitas ekonomi terjadi sebelum mendapat pengaruh yang merugikan.

Selasa, 30 November 2010

Budidaya Laut di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil



A.     Budidaya Rumput Laut
Terdapat beberapa jenis dari beberapa marga rumput laut yang bernilai ekonomi.  Dari jenis-jenis tersebut ada beberapa yang dibudidaya.  Marga-marga rumput laut yang bernilai ekonomi tersebut adalah Euchema, Gracillaria, Gelidium, Gelidiopsis, dan Hypnea.  Dari kelima jenis rumput laut ini, Euchema dan Gracillaria mempunyai potensi untuk dibudidaya, karena Euchema dan Gracilaria dapat tumbuh dan berkembang dari batang vegetatif dengan baik (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Dalam kegiatan budidaya rumput laut, pemilihan lokasi merupakan hal yang sangat menentukan berhasil tidaknya kegiatan tersebut.  Menurut Aslan (1998), lokasi untuk kegiatan budidaya rumput laut adalah lokasi yang memiliki :
a)      perairan cukup tenang, terlindung dari pengaruh angin dan gelombang yang kuat;
b)     tersedianya sediaan rumput laut alami setempat;
c)      kedalaman perairan tidak boleh kurang dari 2 kaki (±60 cm) pada saat surut terendah dan tidak boleh lebih dari 7 kaki (±210 cm) pada saat pasang tinggi;
d)     substrat dasar yang ideal adalah daerah karang yang dasarnya terdiri dari pasir kasar (coarse sand) yang bercampur dengan potongan-potongan karang;
e)      lokasi jauh dari sumber air tawar, seperti muara sungai atau dimana daerah tersebut banyak dimasuki air tawar;
f)       pergerakan air dianggap sebagai kunci diantara faktor-faktor oseanografi lain, karena massa air dapat menjadi homogen dan pengangkutan zat-zat makanan berlangsung lebih baik dan lancar;
g)     kualitas air dengan suhu berkisar 26-33°C, salinitas antara 15-38 ppt dengan kondisi optimum 25 ppt dan pH yang cenderung basa;
h)     bebas dari predator seperti ikan herbivore, bulu babi (Echinotrix spp), landak laut (Diadema spp) dan penyu;
i)        lokasi dapat dicapai dengan mudah dengan adanya sarana dan prasarana transportasi yang menunjang;
j)        kemudahan memperoleh tenaga kerja;
k)      terhindar dari bahan pencemar yang mungkin berasal dari buangan industri, rumah tangga dan tumpahan minyak selain itu lokasi harus jauh dari lalu lintas yang ramai dan tidak digunakan sebagai daerah penyeberangan sehari-hari;
l)        izin dari pemerintah juga harus dipertimbangkan.

B.     Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung (KJA)
Budidaya KJA seperti halnya beberapa budidaya laut lainnya, memerlukan kualitas perairan yang baik. Pemilihan lokasi yang benar sangat penting karena dapat mempengaruhi kelangsungan kegiatan budidaya (Lawson, 1995 dalam Perez et al., 2003).  Menurut Kordi K (2004), agar pemeliharaan ikan-ikan laut dapat berhasil, maka pemasangan KJA tidak dilakukan di sembarangan tempat.  Harus dipilih lokasi yang memenuhi syarat teknis dan sosial ekonomis.
A.       Aspek Teknis
Aspek teknis yang perlu diperhatikan menurut Kordi K (2004) adalah :
1)       Kualitas Air
Beberapa parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas air adalah :
a.    Oksigen
Untuk pertumbuhan ikan-ikan laut,  kandungan oksigen terlarut dalam air minimal 4 ppm (part per million). Sedangkan kandungan optimum antara 5-6 ppm.
b.   Derajat Keasaman (pH) Air
pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat membunuh ikan. Pada pH rendah (keasaman yang tinggi) kandungan oksiegen terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas pernapasan naik dan selera makan akan berkurang. Hal yang sebaliknya terjadi pada suasana basa. Atas dasar ini, maka usaha budidaya ikan akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5 – 9,0 dan pertumbuhan optimal ikan terjadi pada pH 7 – 8.
c.    Suhu
Kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan adalah antara 24-32°C. Bila suhu rendah akan akan kehilangan nafsu makan, sehingga pertumbuhannya terhambat.  Sebaliknya bila suhu terlalu tinggi ikan akan stres bahkan mati kekurangan oksigen.
d.   Salinitas
Untuk keperluan budidaya ikan laut, maka salinitas disesuaikan dengan jenis ikan yang dibudidayakan. Ikan kerapu karang dan kerapu bebek misalnya menyukai perairan yang salinitasnya antara 33-35 ppt, sedangkan kerapu lumpur antara 15-35 ppt. Baronang hidup dengan baik pada salinitas 15-35 ppt. Bandeng dapat hidup dengan baik pada salinitas 0-35 ppt (air tawar sampai air laut). Ikan kuwe hidup pada salinitas 33-35 ppt dan titang hidup pada salinitas 15-35 ppt. Sedangkan kakap mata kucing dan kakap tambak hidup dengan baik pada kisaran salinitas yang cukup luas, antara 15-35 ppt dan kakap putih pada salinitas 10-35 ppt (bahkan dapat dipelihara di kolam air tawar).
Dalam budidaya ikan, nilai salinitas harus stabil, tidak mengalami perubahan ekstrem (drastis) mencapai angka 5.
2)       Arus Air
Arus air sangat membantu proses pertukaran air dalam keramba.  Adanya arus air, selain dapat berfungsi membersihkan timbunan sisa-sisa metabolisme ikan, juga membawa oksigen terlarut yang sangat dibutuhkan oleh ikan.  Namun arus laut yang berlebihan harus dicegah sebab selain dapat merusak posisi KJA juga dapat menyebabkan stres pada ikan, karena energinya banyak terbuang dan selera makan berkurang. Kecepatan arus yang ideal untuk penempatan KJA adalah 20 – 50 cm/detik.
3)       Kedalaman
Jarak dari keramba dengan dasar perairan minimal 1 m, atau kedalaman ideal perairan antara 7 -15 m. Dasar perairan sebaiknya berupa pasir, pasir berlumpur, atau pasir berbatu, sehingga memudahkan pemasangan jangkar bagi rakit keramba.
4)       Gelombang
Gelombang yang berlangsung terus menerus dapat membuat lingkungan air bergelora dan menyebabkan stres pada ikan budidaya, sehingga mengurangi selera makan.  Badai dan gelombang yang besar akan mudah merusak konstruksi KJA sehingga memperpendek umur KJA.  Oleh karena itu, dalam pemasangan KJA harus dipilih lokasi perairan yang terlindung dari badai dan gelombang.  
5)       Pencemaran
Beberapa kriteria yang dapat dijadikan rujukan dalam menentukan bahwa suatu lokasi bebas dari pencemaran adalah sebagai berikut :
a.    Biological Oxigen Demand (BOD), yaitu oksigen yang diperlukan bagi metabolisme mikroorganisme aerobik yang terdapat di perairan yang tercemar bahan organik. Kadar BOD maksimal 5 mg/liter (setara dengan 5 ppm) dalam 5 hari.
b.   Kadar ammonia sebesar 100 mg/m3 (0,1 ppm), merupakan batas maksimal yang diperbolehkan.
c.    Total bakteri, tidak boleh melampaui 3.000 sel/m3.
6)       Lalulintas Laut
Lalulintas perahu atau kapal dapat mengganggu ketenangan ikan yang dibudidayakan di KJA. Selain itu, kapal-kapal besar juga berpotensi  untuk mencemari lingkungan perairan, misalnya dengan buangan limbah atau sisa minyak yang menjadi bahan bakarnya.
Berdasarkan pertimbangan di atas, lokasi budidaya sebaiknya dipilih di teluk, selat diantara pulau yang berdekatan, atau perairan terbuka dengan terumbu karang penghalang yang cukup panjang.
7)       Predator
Predator atau pemangsa utama ikan dalam KJA adalah hewan buas laut dan burung-burung laut pemakan ikan. Meskipun burung-burung dapat dihindari dengan merekayasa keramba, namun hewan buas laut masih merupakan ancaman. Beberapa hewan laut yang sering mengganggu keramba antara lain adalah ikan bola (buntal; cot) dan ikan-ikan besar yang ganas, misalnya hiu. Hewan tersebut merusak keramba dan mengancam ketenangan ikan, sehingga produksi dapat berkurang atau bahkan hilang sama sekali.
8)       Kelestarian Lingkungan
Seluruh aktivitas pembangunan termasuk budidaya ikan-ikan di KJA harus memperhatikan kelestarian ekosistem perairan. Penemapatan KJA harus dilakukan dengan mempertimbangkan dasar perairan. Hal ini penting untuk mencegah rusaknya terumbu karang (coral reef), mengingat jangkar sangat potensial merusak terumbu karang.
B.        Aspek Sosial Ekonomis
Selain aspek teknis, aspek sosial ekonomis perlu mendapat perhatian tersendiri. Menurut Kordi K (2004), beberapa faktor yang patut diperhatikan terkait aspek sosial ekonomis adalah :
1)       Status lokasi
Lokasi yang dipilih untuk penempatan KJA, pemilikannya harus jelas sehingga tidak berbenturan dengan kepentingan instasi atau lembaga lain di kemudian hari. Peruntukan untuk usaha harus jelas dan pasti, sesuai dengan rencana induk pembangunan daerah setempat. Peruntukan lahan yang jelas ini penting untuk menghindari terjadinya kerugian yang besar di kemudian hari.
2)       Tenaga kerja
Usaha budidaya ikan skala besar membutuhkan tenaga kerja dari luar, sedangkan budidaya ikan skala kecil yang biasa dilakukan oleh petani ikan tidak membutuhkan tenaga kerja karena semua kegiatan dilaksanakan oleh anggota keluarga.
3)       Transportasi
Lokasi yang dipilih untuk penempatan KJA harus dijangkau dengan mudah dari berbagai arah.
4)       Alat dan Bahan
Ketersediaan alat dan bahan disekitar lokasi budidaya ikan menekan biaya investasi. Alat dan bahan yang jauh dengan lokasi usaha sudah pasti memperbesar biaya investasi, karena untuk pengadaannya membutuhkan  tenaga kerja dan transportasi.
5)       Harga dan Pasar
Pasar sangat penting untuk kelangsungan produksi. Bila kemampuan pasar untuk menyerap produksi sangat tinggi, maka budidaya ikan-ikan laut tidak menjadi masalah. Dengan harga jual yang pas telah menghasilkan keuntungan. Sebaliknya bila pasar tidak menyediakan kemungkinan menyerap produk, mau tak mau usaha yang dirintis mengalami kerugian.
6)       Keamanan
Usaha budidaya harus aman dari gangguan hama dan penyakit maupun tangan-tangan jahil. Ikan yang dipelihara disebuah KJA sangat besar kemungkinan diserang dan diganggu hama, karena kemampuan ikan untuk menghindar dari serangan hama sangat dibatasi oleh wadah budidaya tersebut. Oleh karena itu wadah harus selalu dikontrol untuk mencegah gangguan hama, seperti ikan buas, burung dan sebagainya.
7)       Dukungan
Dukungan yang dimaksud adalah dukungan dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat sekitar lokasi, pemerintah, kalangan LSM/Ornop hingga konsumen.
Menurut Subandar (2003) dalam Jamil (2005), beberapa jenis ikan yang biasa dibudidayakan dalam keramba adalah: ikan kerapu (Epinephalus sp), ikan kakap (Lates calcalifer),  ikan baronang (Siganus sp) dan berbagai jenis ikan karang yang bernilai ekonomis tinggi lainnya.

Dari berbagai sumber….